Kamis, 28 April 2011

Mengatasi masalah dengan atasan?

Yup setiap kali kita menjadi orang yang disuruh pasti merasa kurang nyaman ataupun kurang ikhlas menerima perintah dari atasan. Apakah penyebabnya? Dari berbagai cara untuk mengatasi diskriminasi pekerjaan tersebut kita melihat pada diri kita terlebih dahulu. Dulu pada saat kita menjadi senior di Unit Kegiatan pastinya kita juga menyuruh adik tingkat kita denga perlakuan yang sama pada saat kita disuruh-suruh tadi. Nah itulah sebuah roda kehidupan yang selalu kita mengikuti kita. Dan seharusnya kita juga menyadari akan hal itu sehingga perasaan "nggrundel" atau ga enak hati tidak terselip pada diri kita. Bekerjalah dengan satu tujuan yaitu mengharap ridho Allah SWT maka pekerjaanmu akan dimudahkan entah bagaiman cara dan bentuknya.
Menjaga hati selalu mawas diri lebih penting daripada kita uring-uringan gara-gara atasan kita tidak mempermudah pekerjaan kita. Nah selanjutnya apa yang harus dilakukan agar atasan kita menyukai ide-ide pekerjaan kita?
Hmmmm... Kita pikirkan bersama-sama saja ya....?!

Nah ini ada sebuah artikel yang menarik di tabloid nova. silahkan baca. http://www.tabloidnova.com/Nova/Karier/Konflik-Kantor/Cara-Bijak-Dukung-Atasan
Banyak pemimpin perusahaan yang mengikuti berbagai macam kursus serta belajar bagaimana cara mengatur para pegawainya. Sayangnya, cuma sedikit yang belajar bagaimana cara "mengatur" bosnya.
Berikut ini beberapa tips yang dapat diterapkan agar bos mendapatkan hasil yang lebih baik, sekaligus membantu menjalin serta mengembangkan hubungan yang lebih kuat dengan atasan Anda.
1. Memotivasi atasan
Cari tahu, apa yang penting buat atasan dan bagaimana agar dapat membantunya. Apakah atasan lebih memusatkan perhatian pada peningkatan penjualan atau lebih tertarik pada pengembangan pemasaran internasional? Bila Anda tahu apa yang diprioritaskan atasan, hal ini akan dapat membantu Anda untuk lebih memusatkan waktu dan tenaga pada prioritas-prioritas tersebut.
2. Bekerja sebagai tim
Atasan Anda berhadapan dengan berbagai macam tekanan dari pihak-pihak yang belum tentu Anda ketahui. Tanyakan pada atasan, cara yang bagaimana yang diinginkannya agar Anda dapat membantunya. Cari cara untuk mempermudah pekerjaan atasan dan tunjukkan padanya, Anda dapat membantunya.
3. Beri umpan balik
Tidak mudah untuk memberikan umpan balik pada atasan. Namun walau bagaimanapun juga, Anda harus memberitahu atasan, apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Tentu saja sampaikan hal itu dengan cara yang sopan dan disertai bukti nyata.
Dengan cara ini Anda membantu atasan dalam mengatasi masalah yang dihadapi dan hubungan dengan atasan pun akan lebih kuat. Sebelum mencobanya, Anda dapat mempraktekkannya terlebih dahulu pada teman sekerja beberapa kali dan setelah itu sampaikan pada atasan dengan cara yang sopan.
4. Tawarkan saran, bukan keluhan.
Bila ada masalah, temui atasan untuk memberi saran yang spesifik atas apa yang dapat Anda lakukan. Hal ini jauh lebih membantu daripada hanya menunjuk kesalahan atau mengeluh.
5. Jangan memberi kejutan
Artinya, beritahu atasan tentang masalah-masalah yang sekiranya bakal jadi hambatan jauh sebelum persoalan tersebut berkembang. Pastikan atasan memperoleh semua informasi agar dia tidak terkejut di dalam rapat.
6. Bantu atasan
Cari cara agar atasan tampak baik. Bantu atasan agar dapat naik ke posisi yang lebih tinggi dan dengan demikian Anda pun akan siap untuk naik ke posisi yang lebih tinggi. Memiliki hubungan kerja yang sangat baik merupakan hal yang utama demi keberhasilan Anda. Semuanya tergantung dari bagaimana Anda memperlakukan atasan. Yang jelas, bukan dengan cara menjilat!


Dan untuk mengatasi emosi yang berlebihan ada beberapa kiat dan tipsnya baca saja di bawah ini.
Tips mengatasi emosi di kantor :

Setiap karyawan pasti pernah merasakan naik turunnya emosi di tempat kerja. Berhubungan dengan banyak orang, dengan banyak sifat dan kemauan dan kemampuan, membutuhkan tenggang rasa tinggi, serta kemampuan untuk menguasai emosi sebaik-baiknya.

Berikut ini enam tips untuk membantu Anda menjaga emosi agar tetap berada pada "daerah aman". Artinya, tidak terlihat terlalu ambisius mengejar karier, tetapi tidak juga pasif.
Tip 1: Tenangkan diri
Pasti ada saat-saat dimana emosi Anda meledak. Jangan bawa rasa marah ke ruangan atasan, dan menuangkan semua emosi Anda kepadanya. Atasan bukan tempat yang tepat untuk curhat hal-hal sepele yang seharusnya bisa Anda selesaikan sendiri. Sebaliknya, tarik diri Anda dari situasi yang tak mengenakkan, dan kenali masalah yang membuat Anda marah. Setelah itu, analisa permasalahan, dan cari solusi.

Sampaikan kepada atasan pada saat Anda sudah tenang. Berikan masukan yang positif dengan penuh semangat. Sampaikan situasi secara rasional beserta masalah dan solusi yang jelas agar atasan melihat Anda sebagai seorang yang profesional dan memandang situasi dengan jelas.
Tip 2: Membaca sinyal
Bila Anda termasuk orang yang bersemangat dan penuh dengan untuk melaksanakan tugas-tugas yang sulit, manfaatkan energi tadi untuk memaksimalkan kelebihan yang Anda miliki. Tetapi, tetaplah melakukannya dengan hati-hati.

Kemauan yang besar diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik. Pastikan bahwa semangat Anda tidak melampaui batas. Untuk mengetahuinya Anda dapat mengamati bahasa tubuh yang diperlihatkan orang lain kepada Anda. Bahasa tubuh merupakan indikator yang baik dalam menyadarkan apakah Anda terlalu emosional atau tidak.
Tip 3: Fakta pendukung
Bila sedang melakukan suatu tugas yang membuat Anda sangat bersemangat, jangan lupa untuk melengkapinya dengan fakta-fakta dan angka-angka. Tetapi jangan lupa, untuk mendapatkan kepekaan bisnis yang baik, selain data yang obyektif dan dasar pemikiran yang kuat, "investasi emosional" juga perlu Anda miliki.

Tip 4: Kerja sama dengan baik
Kemampuan bekerja dalam tim merupakan keterampilan yang penting. Di lingkungan profesional, keberhasilan tim sangat tergantung dari kemampuan memberi dan menerima (take and give) antara para anggota tim yang bekerja sama demi mencapai tujuan.

Sebagai pemimpin tim, kemampuan mengelola emosi diri sendiri dan emosi anggota lainnya merupakan keahlian tersendiri. Salah satu cara terbaik dalam mengatur emosi orang lain adalah dengan mendengarkan apa yang mereka katakan dan memperlihatkan empati terhadap apa yang mereka rasakan.
Setiap orang ingin didengar, terutama di tempat kerja dimana mereka menghabiskan hampir sebagian besar waktunya. Untuk mengatur emosi Anda, pusatkan perhatian ke dalam usaha menangkan diri Anda. Jika Anda sudah bisa menguasai diri sendiri, anggota tim yang lain akan melihat Anda sebagai panduan emosional mereka. Bila emosi Anda meledak, yang lain akan memberikan reaksi yang sama.
Tip 5: Cari orang yang tepat
Kadang-kadang hanya dengan mengeluarkan uneg-uneg kepada seseorang yang mengerti dinamika kantor akan dapat menenangkan emosi Anda. Melepaskan kekesalan kepada seseorang yang tidak memiliki tingkat emosional yang sama dengan Anda merupakan cara terbaik. Pilihlah tempat curhat dengan bijaksana, dan pikirkan dua kali sebelum menentukan siapa orangnya agar Anda tidak dikhianati.

Tip 6: Menjaga keseimbangan hidup
Cara lain untuk mendapatkan keseimbangan emosional di tempat kerja adalah dengan memiliki keseimbangan hidup di luar tempat kerja Anda. Bila Anda memiliki kehidupan pribadi yang menyenangkan, rasa bahagia akan terpancar di wajah Anda dan terbawa ke kantor. Akibatnya, meskipun Anda bertemu dengan hal-hal yang potensial memancing emosi, Anda bisa mengatasinya dengan wajar.

 Dishare dari http://www.a2g-west.com/forum.php?task=reply&topik=263&idkategori=16

Sabtu, 09 April 2011

susahe dadi wong urip dub!?

Sebenarnya tidak susah sie, tapi menyusahkan.... Bagaimana tidak menyusahkan sampai saat ini aku yang nota bene sudah menjadi seorang pelatih (seharusnya sieh) tapi masih menyandang status "calon" sarjana pendidikan kepelatihan olahraga????!!!!! Fiuuuuuh gondok ga tuh? mungkin dah ilang semua ilmu yang aku dapat hampir 5-6 tahun lalu gara-gara sebuah karya ilmiah yang konon situasinya yang membikin dan paling menentukan untuk mendapatkan gelar tersebut. Ya mau diapakan lagi semua ada tata cara dan peraturan yang harus diikuti. Tapi aku juga ga rela sieh kalo hanya sebuah karya ilmiah ini.
(Tapi ternyata telah terobati dengan adanya KERE T4PI MBOIS-e jeng fietha geulis....wah-wah dengan melihat grammar suroboyoan iki bangkit lagi semngat juangku.... hohohoho....matuur tengkyu karo mba fietha sing pancen geulis, tapi rodo koyo lanang thithiek hehehehehe.......)
 Nah kembali ke persoalan karya ilmiah aku yang sedang berjalan dan yang agak menghambat diriku dalam menyelesaikan masa-masa studi di Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) ini. Kemungkinan yang tejadi adalah kemalasan yang mendera dan secara bertubi-tubi. Perihal ini dikarenakan cidera ankle joint yang tidak kunjung sembuh-sembuh... Tolong teman-teman... Tolong jadilah perantara kesembuhan cidera ku ini dari Maha Penyembuh segala penyakit...
Ataou kalaupun tidak ingin ya rekomendasikan apa-apa yang dapat menyembuhkan cidera ku ini. Terima kasih.

baca disini http://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/31-karawitan/54-koleksi-warsadiningrat-mdw1909a-warsadiningrat-1909-281

Selasa, 05 April 2011

Imagine Spiritual dan Kebudayaan Ilmu Silat (Yang Tersirat Dalam Ilmu Silat)

Kehidupan spiritual silat hanyalah sebuah tebakan-tebakan yang ada dalam angan-angan atau hanya ada pada khayalan saja. Ada banyak pemahaman yang mengindikasikan bahwa kehidupan spiritual pesilat hanya ada pada agama yang dianutnya saja tanpa melihat misi pejagaan budaya dan tradisi yang telah mengakar pada silat itu sendiri. Hal ini dipertegas dengan semakin tidak diminatinya untuk mempelajari falsafah yang ada dalam silat dan mulai ditinggalkannya proses-proses untuk mengasah ketajaman intuisi dan kepekaan terhadap yang kasat mata (olah batin). Sebagian dari penggemar ilmu silat lebih menginginkan ilmu kanuragan (olah fisik) saja yang diolah hingga tuntas, sehingga ilmu silat yang berhubungan dengan pengolahan ilmu batin seolah mulai ditinggalkan. Ilmu olah batin dinilai sudah kuno dan tidak “njamani” sebab ilmu tersebut tidak dapat dilalui atau dikuasai dalam waktu singkat dan instan. Ilmu olah kebatinan pada saat ini dibeberapa perguruan silat hanya diajarkan kepada mereka yang berminat dan minimal telah mengusai berbagai jurus-jurus silat. Pesilat diharuskan menguasai jurus yang bila diperagakan enak dipandang hingga jurus yang keras dan mematikan sebelum beroleh ilmu olah batin. Pada zaman dahulu lebih ekstrim untuk bisa mendalami ilmu olah batin, yaitu yang berhak mempelajari ilmu tersebut haruslah memiliki hubungan kerabat dan dekat dengan para “pendekar”. Tetapi melihat laju perkembangan zaman saat ini yang tiada terbatas arus informasi, setidaknya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu olah batin tersebut tentulah sangat berguna untuk membetengi diri dari marabahaya dan bukan sebagai komoditas ajang pamer. Sebab dengan tingkat kewaspadaan diatas normal tentu saja, diharapkan dapat melindungi seseorang atau masyarakat dari gangguan yang tak kasat mata ataupun yang kasat mata. Dan bila diapresiasi dengan baik, penguasaan ilmu olah kebatinan dapat dijadikan sebagai salah satu landasan untuk menseleksi seorang pendekar silat agar benar-benar menjadi “pendekar” yang mumpuni, sehingga tidak semua orang bisa menjadi “pendekar”.
Terkadang, sedemikian rupa kita mempertahankan tradisi dan kriteria dalam menentukan seseorang yang mumpuni untuk diangkat menjadi seorang pendekar, akan tetapi organisasi yang menaungi menentukan kriteria yang lain dalam pengangkatannya. Hingga konteks yang menentukan hal itu sendiri dilupakan. Dalam perkembangan saat ini, banyak yang diangkat menjadi seorang pendekar hanya sekedar untuk kepentingan yang terselubung, entah itu sebagai prestise atau sekedar untuk mencari dukungan agar organisasi yang dinaungi dapat bertahan hidup lebih lama (akibat dari masalah finansial, perekrutan massal atau sebab yang lain), dinilai bukan karena kapasitasnya yang telah berjasa bagi masyarakat atau bagi organisasinya. Terdapat beberapa penyebab kurang maksimalnya peran pendekar pada masa kini sebagai tonggak pertama pelestari budaya tradisional. Pertama, belum adanya kesepakatan untuk membentuk komunitas pendekar yang telah purna silatnya walaupun berbeda aliran ataupun perguruan. Sebab setiap aliran mempunyai karakter dan ciri khas tersendiri sehingga agak sulit untuk saling mendukung untuk eksis dalam keberagaman. Meskipun pemerintah telah memfasilitasi dengan dibentuknya organisasi IPSI yang di”kuasai” 10 perguruan historis, wadah-wadah kecil yang menampung aspirasi berbagai aliran silat yang belum termasuk juga diperlukan. Kedua, komposisi masyarakat yang majemuk dan berujung pada permintaan akan pembentukan identitas universal yang baru. Adanya keberagaman keinginan masyarakat, tentunya mewarnai dalam menentukan arah yang akan dituju sebuah orgasnisasi. Dalam hal ini kebijakan yang diambil dikalangan atas para pendekar belum tentu sesuai dan semakna pada komunitas pendekar ataupun para pesilat akar rumput. Ketiga, terdapat keterbatasan sumber daya tenaga ahli terutama dalam kaderisasi generasi muda, teknologi informasi sebagai wahana penyampaian aspirasi, dan finansial yang mencukupi. Masalah yang ketiga ini terbentur akibat dari para sesepuh yang telah menjadi pendekar tetap bersikukuh merasa bahwa mereka tidak perlu perubahan dan menyesuaikan dengan hal-hal baru dalam dunia persilatan. Apa yang mereka dapatkan pada masa lalu dipertahankan tanpa ada penyesuaian dengan masa kini. Seperti tertulis di atas pendekar diangkat bukan karena kapasitasnya sebagai seorang pendekar melainkan karena berpengaruh di masyarakat entah secara kekuasaan ataupun finansial. Sehingga pencarian sosok pendekar yang dekat dengan masyarakat, penjaga tradisi budaya dan paham akan intuisi agak sulit tercapai.
Namun demikian, dari sudut lain, ternyata ilmu silat membentuk sesuatu yang tak kalah pentingnya dari ilmu olah batin itu sendiri yaitu membentuk karakter, perilaku dan moral. Di dalam silat ada semacam sifat untuk menjaga diri, tapi bagaimana menjaga diri tanpa mempunyai rasa permusuhan. Seperti sebuah pohon yang tumbuh harus menjaga keamanan dirinya, tetapi ia tetap hadir sekaligus memberikan keindahan atau pengayoman. Sehingga belajar ilmu silat dapat membuka kesadaran, mengasah, dan memberikan daya kepekaan untuk selalu memahami sekaligus melindungi lingkungan sekitar. Hal ini dipahami sebagai local genius atau local wisdom (kearifan budaya lokal), yang seharusnya diawali dan dicontohkan oleh pendekar. Pendekar haruslah dapat mengayomi dan melindungi seseorang ataupun suatu kelompok masyarakat dari gangguan fisik ataupun non fisik yang datang dari luar, dapat menjaga keamanan dan stabilitas masyarakat, lingkungan sekitar, dan ahli dalam ilmu-ilmu pengobatan. Seorang pendekar pastilah mempunyai filosofi kehidupanya sendiri-sendiri, begitu juga ilmu yang dimiliki pasti berbeda satu dengan yang lain dalam kemanfaatan ilmunya dimasyarakat. Sebenarnya jejaring seni budaya yang digunakan ini bisa menjadi soft power yang kokoh dalam melindungi kekayaan budaya bangsa di tengah arus globalisasi. Tentu dengan falsafah yang ada pada tiap tradisi silat dan disinergikan dengan attitude modern sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman, tanpa melupakan falsafah yang sebenarnya dari bangsa Indonesia. Dipastikan untuk berkomitmen pada konservasi budaya yang ada juga tinggi. Saat nilai-nilai kearifan budaya lokal telah disosialisasikan salah satunya melalui silat maka untuk membangun budaya, menjaga warisan budaya akan lebih mudah sehingga kita tidak akan kehilangan identitas sebagai bangsa yang majemuk akan budaya. Lebih jauh lagi, sinergi dengan pembentukan perilaku, moral, dan karakter melalui silat bisa mengembalikan kepemilikan budaya pada generasi zamannya, sehingga anak-anak muda tidak menjadi gelandangan budaya, tetapi dapat menjadi salah satu tuan rumah atas tradisi nasional itu sendiri.
Kebudayaan yang telah bersinergi dengan kehidupan sehari-hari tentunya dapat membangun karakter dan mentalitas para pemuda-pemudi. Sebab kebudayaan sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan masyarakat. Biasanya kebudayaan adalah sesuatu yang turun-temurun sehingga mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, ilmu pengetahuan, serta struktur yang ada pada masyarakat yaitu kearifan lokal itu sendiri. Dapat dipastikan bahwa kebudayaan tersebut akan menjadikan para pemuda-pemudinya lebih peduli terhadap lingkungan sekitar sehingga konservasi yang dilakukan tidak sia-sia. Oleh karena itu sudah selayaknya kita memikirkan bagaimana caranya untuk tetap mempertahankan kebudayaan lokal kita, eksistensi kebudayaan yang kita miliki merupakan proses sosial kompleks yang multi faset : melibatkan pendidikan, sains dan teknologi, ekonomi, politik. Setidaknya menjamin sinergitas antar fase tersebut cukuplah bagi kearifan lokal untuk dapat eksis.
Dengan kemampuan yang ada dan azas kebermanfaatan bagi masyarakat, silat tidak membentuk manusia menjadi sakti, tetapi untuk mencapai perbaikan kualitas kepribadian dan moral. Karena dalam pembelajaran ilmu silat itu ada disiplin dan aturan-aturan dimana kepribadian terbentuk bersamaan melalui proses-proses latihan, dan pendidikan moral terbentuk saat proses menjadi seorang pendekar sejati. Jika pedoman dasar kepribadian dan standar moral yang teguh, adaptif, progressif dan membudaya itu kita miliki barangkali pertikaian yang ada pada bangsa ini tidak perlu terjadi lagi.

tugas angwahyutr dalam mata kuliah sosiologi olahraga, 2009

Sufi



Bismillahirohmanirokhim

” Allah Azza Wa Jalla satu-satunya sumber kebahagiaan dan kesedihan. Dialah sumber kepedihan sekaligus obatnya. Jiwa mengingat ini, seperti tetes air mengingat samudra dan begitu merindukan Persatuan Tertinggi. Semua yang kalian pelajari di jalan ini tak lain adalah perenungan akan kebenaran ini, sebab semua pengetahuan sejati berasal dari dzikir. Kita mesti membersihkan hati dengan air mata sesal, agar bisa memantulkan cahaya rahmat dan kasih-Nya.”

Pada suatu hari di masa lalu, seorang dari kaum Qalandar bertemu dengan seorang penjahat besar.
Pada masa lalu, seorang faqir pengelana tiba di sebuah oasis di sebuah gurun di barat. Dia seorang Qalandar yang berkelana di gurun-gurun Afrika dan Arab selama bertahun-tahun. Dia mencari-cari tempat penyendirian agar bisa mengingat Tuhannya dan merenungi misteri-misteriNya. Amal, iman, dan kepasrahannya kepada Tuhan membuatnya dianugerahi kedamaian jiwa. Ketulusan dan ibadahnya di Jalan Cinta sangatlah mendalam, sehingga hal-hal gaib tersingkap padanya, dan ia menjadi seorang Wali, Sahabat Allah Azza Wa Jalla. Faqir itu tiba di oase malam hari. Ia segera merebahkan tubuhnya di bawah pohon kurma untuk beristirahat sejenak sebelum menunaikan shalat tahajud. Tapi, tanpa disadari, ada lelaki lain yang juga sedang beristirahat di dekat pohon tersebut. Tapi lelaki tersebut adalah penjahat tersohor, gembong dari sekelompok penjahat yang dahulu sangat ditakuti orang. Mereka dulu suka merampok kafilah-kafilah pedagang kaya yang bepergian melalui kota-kota di pedalaman. Tapi kekejaman para penjahat itu akhirnya sampai ke telinga Sultan, dan karenanya ia memerintah prajuritnya untuk memburu dan membunuh gerombolan perampok itu. Banyak anggota perampok tertangkap dan dipancung kepalanya. Yang lainnya meninggalkan gembong penjahat tersebut. Sebagian lagi mengkhianatinya karena takut dihukum pancung seperti kawan-kawannya yang lain. Akhirnya pentolan penjahat itu sendirian. Hartanya ludes semua. Uangnya yang terakhir sudah habis dalam pelarian. Kini ia menjadi buronan nomor wahid. Kepalanya dihargai sangat mahal, bahkan mantan kawan-kawannya, yaitu para penadah barang-barang hasil jarahannya, kini tak mau lagi menolongnya. Mereka juga takut jika kemarahan Sultan menimpa diri mereka. Karena itulah penjahat ini melarikan diri berhari-hari melintasi gurun dan sampai di oasis tersebut dalam keadaan letih dan lapar. Ia duduk di bawah pohon dan merutuki nasibnya yang malang.

” Nah, sekarang aku bertanya pada kalian, dari dua lelaki itu, mana yang lebih agung dan mana yang lebih rendah? Siapa yang di berkahi Allah Azza Wa Jalla dan siapa yang dilaknat-Nya? Jangan, jangan menjawab! Kalian tak akan tahu jawabannya, sebab kalian bukan hakim mereka. Hanya Sang Penciptalah yang berhak menghakimi ciptan-Nya.”

Tapi, Malaikat Munkar dan Nakir, yang bertugas menanyai orang yang sudah meninggal, melihat keadaan kedua orang itu. Kata Malaikat Munkar, ”Di sini jelas tampak beda antara emas yang murni dan yang palsu. Dua orang ini sudah bisa dinilai mutu jiwanya, walau mereka belum mati. Allah Azza Wa Jalla akan mengangkat lelaki yang saleh dan syetan akan menemani lelaki jahat itu.”
’Pasti demikian,’ kata Malaikat Nakir setuju. ”Emas sejati amatlah langka. Surga amatlah luas dan neraka penuh api yang menyala-nyala hingga ke dasarnya.”
Allah Azza Wa Jalla mendengar bersitan pikiran kedua malaikat-Nya itu. Allah Azza Wa Jalla lalu berbicara kepada hati dua malaikat itu: ”Kalian telah menghakimi nasib mereka. Namun manusia akan celaka jika Aku menghakimi makhluk-Ku hanya dengan keadilan belaka. Bukankah Aku Maha Pengasih lagi Maha Penyayang? Saksikanlah! Aku akan mengunjungi mereka dalam tidur dan visi mereka, agar kalian tahu kebenaran sejati dari makhluk-Ku.”
Lalu Allah Azza Wa Jalla menidurkan dua orang itu dan mengirimkan mimpi kepada si faqir dan penjahat tersebut. Qalandar yang alim itu bermimpi berada dalam neraka, bahkan berada di dasar neraka yang paling dalam, dengan nyala api yang paling lebat dan hebat. Sedangkan pentolan penjahat itu berada di surga, berdiri bersama-sama para Wali Allah di hadapan singgasana-Nya. Kedua malaikat itu menyaksikan si faqir yang saleh berada di tengah-tengah neraka, dan melihat orang yang sangat baik ini berdiri telanjang dengan api membakar dagingnya. Jeritan jiwa-jiwa yang tersiksa membuat telinganya sakit. Tapi lelaki itu tidak merasakan kesakitan saat api neraka membakarnya, dan ia bahkan tak terkejut ataupun takut. Ia hanya memikirkan Sang Kekasih, dan penderitaan sehebat apapun tak bisa mengalihkan perhatiannya kepada Allah Azza Wa Jalla. Ia lalu duduk diselimuti kobaran api yang panas dan menyesakkan. Dengan suara tenang dan keras Sufi itu mulai berdzikir:
Laa Illaha Illa Allah
Api itu menyala lebih hebat saat dzikirnya menggelegar. Lalu api itu meredup, dan gunung-gunung api di neraka bergetar hebat mendengar dzikirnya. Jiwa-jiwa lain yang disiksa di neraka berhenti menjerit dan memasang telinga lebar-lebar, karena nama Allah Azza Wa Jalla selama ini tak pernah diucapkan di neraka. Kemudian semua suara lenyap kecuali suara dzikir itu. Lelaki itu terus berdzikir sampai dasar dan fondasi neraka berguncang hebat, sedangkan para penghuni lain yang terkutuk di neraka mulai mendapatkan secercah harapan untuk bebas dari adzab neraka. Neraka itu pasti akan runtuh berkeping-keping jika Iblis tidak muncul dan memohon kepada si faqir untuk menghentikan dzikirnya. Tapi lelaki saleh itu terus saja berdzikir, sebab ia sudah lama menapaki Jalan Cinta, dan kehendak Sang Kekasih sudah menjadi kehendaknya, entah ia dimasukkan ke dalam surga atau neraka.
Sedangkan gembong penjahat yang dulu begitu ditakuti, dan kemudian tersia-sia dan menderita, kini mendapatkan tempat yang begitu indah. Allah Azza Wa Jalla juga memperlihtkan keadaan penjahat itu kepada kedua malaikat-Nya. Mereka melihat penjahat itu berdiri dengan jubah panjang, gemetar di tengah-tengah penghuni surga di hadapan singgasana Allah Azza Wa Jalla Yang Maha Kuasa. Dan Malaikat Jibril berbicara kepada lelaki itu: ’Dengan rahmat dan kasih Allah Azza Wa Jalla, Penciptamu, perbuatan burukmu telah dimaafkan, Kini masuklah dengan damai.’
Dan kini, kebenaran memasuki hati sipenjahat itu. Ia amat takjub, air mata menetes dari matanya. Lalu ia menyaksikan keagungan dan keindahan Dzat Yang Maha Pengasih. Ia pun tersungkur dan menangis sejadi-jadinya.
Dan Allah Azza Wa Jalla berfirman kepadanya: ”Wahai anak cucu Adam, janganlah takut. Sebab tiada satu pun yang terperosok ke dasar tanpa bisa Aku angkat kembali ke permukaan”
Penjahat itu tak lagi jeri. Ia berlutut dan bersujud kepada-Nya sembari terus menangis. Air matanya mengalir tiada henti. Ia menyesali hidupnya yang kelam di masa lampau. Air matanya menjadi aliran rahmat yang tak bisa berhenti. Ia akan terus menangis kalau saja visi yang dihadirkan Allah Azza Wa Jalla itu tidak diakhiri. Kedua lelaki itu bangun mendadak. Kemudian sang penjahat melihat si faqir. Ia mendekati faqir itu sambil masih menangis. Si faqir yang mengetahui keadaanya lalu memeluknya. Mereka berdua melakukan shalat dan berdoa bersama sampai fajar mengembang. Akhirnya, penjahat itu menjadi murid si faqir. Sementara itu, Malaikat Munkar dan Nakir, yang baru saja melihat setetes dari rahmat Allah Azza Wa Jalla yang tiada habisnya, bersujud di hadapan Allah Azza Wa Jalla. Mereka malu karena terburu-buru menghakimi. Penilaian Allah Azza Wa Jalla berada di luar pemahaman manusia dan malaikat. Demikianlah…
Membersihkan hati dari penghakiman akan membuka salah satu Jalan Cinta.

Karchmar, Irving. Master Of theJinn: A Sufi Novel. Bay Street Press, Sag Harbor, New York.2004

Sepi dalam kesepian

Merana, mungkin yang terpikirkan dalam benak masing-masing. Tapi dalam kesepian itu ada rasa untuk tergugah menjadi jiwa yang bebas dari segala pengekangan pikiran yang kita ajukan sendiri. Sebab sebagai manusia kita pasti kesepian sehingga melahirkan pikir kemudian ditransferkan kepada orang-orang yang sepaham dan mengerti maka terjadilah diskusi. Kesepian tidak bermakna konotatif di sini yang ditinggal sendiri sehingga membentuk jiwa yang hampa nan kosong tetapi kesepian dalam melahirkan gagasan yang ideal yang dapat diterima khalayak ramai. Pemahaman akan gagasan akan menimbulkan berbagai macam wacana untuk memahami, mengerti dan menerima. Maka dalam pemahaman tersebut dibutuhkan interkoneksi yang simultan terjaga dan berkesinambungan. Interkoneksi dijalankan dengan tata cara yang anggun dan berwibawa maka akan membawa kita dalam pemahaman yang sejati. Interkoneksi tidak akan mampu mengungkap semua apa yang ada dalam benak kita masing-masing meski dalam jangka waktu lama kita wacanakan, diskusikan dan disimpulkan. Sebab kesemuanya itu masih berkesinambungan dan akan berubah-ubah menurut kondis, waktu dan tempat dimana harus sesuai dengan sekitarnya. Semoga kesepian dariku ini tidak berpengaruh luas untuk membuat pengaruh menjadi kesepian itu, maka manfaatkanlah waktu luang, senggang, rasa malasmu untuk tidak sepi dalam pemikiran akan interkoneksi yang merupakan diskusi paling mutual dan aktual. Sehingga rasa sepi dan kesepian ini akan berguna. Semoga!?