Minggu, 19 Juni 2011

Silat Seni Sebagai Serangkaian Seni Pementasan



Silat merupakan seni beladiri dan olahraga prestasi. Meskipun Indonesia yang merupakan negara dari beladiri ini berasal, tetapi saat ini prestasinya mengalami kemunduran yang signifikan. Apa pasal? Olahraga ini kurang menjadi trend dan kalah pamor hingga tegeser oleh olahraga beladiri yang berasal dari negara-negara tetangga. Walau olahraga pencak silat ini telah dipertandingkan dievent-event daerah, nasional maupun internasional, tetapi kualitas dan profesionalitas belum dapat menyamai gaungnya seperti perhelatannya bela diri lainnya. Hal semacam ini tentunya membutuhkan pemikiran dan perhatian secara khusus.
Pada masa-masa seperti ini adalah puncak-puncaknya bela diri untuk menunjukan eksistensinya melalui berbagai film dan pertunjukan. Film yang dikemas dengan sedemikian rupa sehingga orang yang melihat akan tertarik mempelajari bela diri yang ada pada tokoh film tersebut. Disini ditonjolkan betapa tinggi filosofis yang terkandung dalam mempelajari bela diri tersebut. Berbeda dengan film yang dibangun di Indonesia dengan latar belakang pencak silat olahraga, dalam dunia persilatan yang ada di Indonesia (secara khusus) masih terkait dengan hal-hal yang mistis meski orang-orangnya telah tersentuh dengan keajaiban teknologi modern. Tidak bisa dipungkiri masyarakat Indonesia sangat kental akan pengaruh dunia mistis. Sebab jaman dahulu orang sakti pasti dikaitkan dengan ilmu olah kanuragan yang dititiskan para pendahulunya, kemudian dia dapat menyerap apapun bentuk pembelajran yang ada dalam waktu yang cukup singkat, tanpa harus dipelajari terlebih dahulu. Di sini ke-ilmiahannya masih kurang berperan, bahwa pendekar itu merupakan titisan dan bukannya diciptakan. Pandangan tentang seorang pendekar pun saat ini sudah begitu melenceng tidak sesuai dengan kaidah seorang pendekar. Dikarenakan pendekar saat ini hanya mengandalakan kekuasaan seperti lazimnya pemerintahan. Seharusnya pendekar memberi contoh bahwa silat dapat diilmiahkan dan dapat dijadikan obyek dalam penelitian ilmiah. Sehingga kecintaan terhadap ilmu pengetahuan yang merupakan tujuan dari pembelajran dari filosofi silat dapat terpenuhi.
Kembali pada silat sebagai komoditas untuk sebuah pementasan. Silat semestinya dapat menjadi tuan di rumahnya sendiri. Pada silat yang merupakan sebuah seni pementasan sebenarnya tidak begitu memerlukan seorang pendekar untuk menilai, orang awam pun dapat menilai keindahan dan estetika dari silat itu sendiri. Sebab orang awam lebih memiliki rasa yang orisinil dalam memberi komentar. Sehingga orang awam pun paham bahwa yang menggerakan gerakan silat tersebut menjiwai sosok yang diperankannya. Peran pendekar di sini adalah membuat paham para pesilat dalam menggerakan jurus-jurus yang akan digerakkan. Pemahaman bukan hanya difisik saja tetapi merasuk hingga jiwa dan hati, bersatu padu untuk menampilkan jurus dengan perfect/excellent. Dengan begitu apa yang akan digerakkan pesilat tidak serta merta hanya menyanggupi keinginan dari pendekar. Bila hal itu terjadi maka pesilat seharusnya dilatih bukan untuk diberi tekanan ataupun hukuman. Silat merupakan salah satu metode dalam menanamkan sebuah karakter yang bersifat kesatria. Silat tidak hanya kekerasan. Silat dapat dibuat sebegitu elegan sehingga dapat dinikmati gerak per geraknya. Acapkali pendekar lupa perihal filosofi yang seharusnya diajarkan sejak dini yaitu “tirulah ilmu padi” semakin berisi ia semakin merunduk, rendah hati. Tetapi hal yang diajarkan adalah nilai-nilai meraih kebenaran teknik dengan mengenyampingkan filosofi yang terkandung. Contohnya saja saat ada acara apapun yang dikeluarkan untuk pementasan, bukan silat seni yang ditampilkan melainkan silat wiralaga. Penampilan tersebut tentu saja membuat sebagian orang awam miris bila melihatnya. Berbeda bila yang ditampilkan silat ganda yaitu kedua orang bertarung tetapi telah diskenario terlebih dahulu. Sehingga orang awam paham akan gerakan yang dibuat oleh pesilat dan akan tertarik untuk mengetahui lebih lanjut.
Marilah berusaha untuk menjadi seorang pendekar tanpa pengakuan dari orang-orang sekitar. Dengan menunjukan peran aktif kita dalam memperbaiki generasi muda dengan mengajarkan silat serta filosofinya dengan benar. Pementasan silat tak ubahnya melihat diri kita dengan bantuan cermin. Begitu banyak hal yang tekandung dalam pementasan silat bila kita mau dan mampu untuk mengurai hikmah yang terkandung di dalamnya. Adegan demi adegan yang ditampilkan tak ubahnya seperti film-film laga, tetapi ada perbedaan. Yaitu tidak ada adegan ulang. Apa yang kita perankan dalam adegan tersebut hanya satu kali ditampilkan tidak dapat diulang kembali. Maka pahamilah setiap adegan, resapi setiap adegan, maknai setiap adegan yang terjadi pada kita tak ubahnya seperti pementasan silat. Sehingga membuat diri lebih bernurani, berempati dan bersimpati.

Notes kecil untuk dibaca ulang


Aku mempunyai notes untuk selalu ditulis yang kemudian dibaca ulang, tapi inilah yang aku tulis. Tapi salahkah aku menulis hal seperti ini? Tentu jawabannya tidak salah. Sebab aku mempunyai alasan mengapa aku menulis hal ini. Tahukah anda kenapa orang-orang yang ditinggal pergi (seperti kata orang Yunani yang tidak ingin menulisnya) tak mampu menulis obituari (berita kematian) tentang kerabatnya atau sahabatnya? Hanya satu pertanyaan yang diajukan jika ada yang meninggal : adakah ia mempunyai passion (gairah)dalam menjalani hidup? Gairah yang hidup dalam segala hal ihwal saat dia dalam kehidupan di dunia dan kemudian dia cukup menulis sebagai bahan renungan dikemudian hari. Maka dari itulah notes ini serasa begitu berguna bagiku bila ingin mengingat sesuatu, sehingga aku mempunyai kesempatan untuk membaca ulang kembali.
Ada sebuah kisah dari sahabatku yang aku tulis di notes ini. Saat dia meninggal akibat komplikasi atas kehilangan soulmatenya dan tunangannya dalam waktu hampir bersamaan. Saat dia akan menikah dan waktu menunjukan kurang dari seminggu dia akan menikah, tetapi dia memutuskan untuk mencari soulmateny. Tentu saja dia bertemu dengan soulmatenya, akan tetapi solmatenya tersebut telah memilih lelaki yang lain. Dan saat dia kembali ke acara pertunangannya, dia hanya terlambat 5 menit setelah pertunangannya dibubarkan. Sungguh di luar dugaan. Maka aku menulis hal ini dalam notesku.
Dia seorang manager di sebuah perusahaan. Kepribadianya cukup menawan. Dia berbicaa lembut dan obsesif. Dia tak pernah melihat bagian dari romantisme kehidupannya tanpa harapan. Tapi di minggu terakhirnya kemarin, dia menemukan sisi tak dikenal dari jiwanya. Kepribadian yang tersembunyi ini mencuat ke permukaan selama penyelidikan gaya Agatha Christie untuk mencari soulmatenya, gadis yang pernah bersamanya selama beberapa jam yang tak terlupakan (beberapa tahun yang lalu). Sayangnya, pencarian yang gigih tersebut berakhir pada Sabtu malam dengan hasil yang menyedihkan. Walaupun terkalahkan begitu saja, dia cukup pemberani dalam berpegang teguh pada keyakinan bahwa hidup adalah serangkaian kebetulan-kebetulan tanpa makna. Tapi juga rangkaian kejadian indah yang merupakan bagian dari rencana yang luhur. Ditanya tentang kehilangan, dia menggambarkan bahwa sebagai manusia janganlah berubah pada saat di hari-hari terakhir tetapi mulailah disaat kamu merasa jatuh sehingga “Segalanya menjadi jelas untuk hidup yang lebih baik”. Pada dasarnya dia menyimpulkan jika kita menjalani hidup secara harmoni dengan alam semesta, kita harus mempunyai keyakinan yang kuat yang nenek moyang dulu biasa menyebutnya “fatum”, yang sekarang disebut sebagai takdir. Takdir akan membawa kita sejauh mana kita mampu berkeyakinan untuk melangkah. Itulah “Takdir/Destiny/Fated/Predestinate”.