Jodoh? Pasangan?
Calon Suami/Istri? Kah yang dicari saat hari raya kemarin? Beberapa hari yang
lalu saat berlebaran dan pulang kampung, tak jauh-jauh pertanyaan yang diajukan
oleh banyak pihak dari keluarga, kerabat maupun tetangga. “Sudah kerja? Dimana?
Jadi apa? Sekarang sudah punya pacar? Siapa namanya? Rumahnya mana? Kerja apa?”
Dan terakhir pertanyaan yang sering dilontarkan : “Kapan Menikah?” Begitulah
budaya kita, yang seringkali senang mencampuri urusan orang lain meski
pertanyaan tersebut mewakili mereka untuk mengatakan “sayang” kepada kita
tetapi dengan kata-kata yang berbeda. Akankah pertanyaan itu usai setelah kita
memiliki suami/istri? Belum, tentu saja belum selesai, setelah itu kita diberi
pertanyaan lagi : “Sudah punya anak? Berapa? Sekolah dimana?” setelah itu anak
kita ditanya lagi mulai dari : “ Sudah punya pacar? Kuliah dimana?” dan
selanjutnya berputar kepada pertanyaan kita diawal tadi begitu seterusnya tanpa
berkesudahan dan kembali lagi tiada henti. Kemungkinan bila kita-kita ini yang meninggal
terlebih dulu (Insya Allah dalam keadaan Khusnul Khotimah. Aamiin), maka
pertanyaannya akan dilanjutkan oleh anak cucu kita dan seterusnya. Hal ini
merupakan siklus yang berantai tak ada kata putusnya. Kemungkinan masih banyak
pertanyaan yang akan diajukan meski formatnya sama tetapi pada keluarga kita
yang berbeda. Hal itu merupakan kehendak nafsu dari manusia untuk ingin
mengetahui kabar dari manusia lain, hal itu wajar-wajar saja bila satu-dua
pertanyaan dan tidak memberondong dengan pertanyaan yang menyangkut privasi
diri kita. Memang manusia tiada puas untuk mencari sensasi berita dari orang
lain, dipicu juga dengan infotainment yang ditayangkan oleh televisi semakin
tidak jelas membedakan mana fakta mana ilusi. Manusia yang merasa harus tahu
keadaan orang lain ini dapat menularkan kepada manusia-manusia lainnya sehingga
terbentuklah efek domino yang entah berhenti dimana dan kapan kita tidak tahu.
Banyak
teman-teman yang sering berkeluh dan berkata kadang tidak merasa nyaman dengan
keadaan seperti itu, tetapi inilah budaya kita saat lebaran. Di waktu lebaran
keluarga dan kerabat jauh pun pasti akan berusaha untuk berkumpul (satu trah)
sehingga dalam kesempatan ini digunakan untuk lebih banyak mengetahui keadaan keluarga
yang lain yang berbeda kota ataupun pulau. Konyol juga, padahal saat ini
teknologi komunikasi sudah sebegitunya maju, dan kemungkinan untuk bisa
menanyakan kabar lewat alat-alat komunikasi tersebut cukup terbuka. Itulah
uniknya saat berkumpul dengan keluarga besar di musim lebaran ini. Banyak hal
yang akan diperoleh sebenarnya pada saat lebaran ini. Tentu saja jodoh menjadi
bagian yang sangat berpengaruh dan penting. Hal ini mengingat bahwa silaturahmi
mendatangkan rezeki (termasuh jodoh lho?meski berbeda (^_^)hehe.) bagi yang mau
mengunjungi saudara-saudaranya. Kok bisa? Tentu bisa, karena dengan bantuan
dari “pihak-pihak yang tidak kita perhitungkan” maka dari sanalah jodoh
menemukan kita atau kita menemukan jodoh. Jodoh memang sulit untuk dipastikan
dengan balutan yang anggun dari lembaran kain misteri takdirnya. Seperti halnya
kematian, rezeki begitu juga jodoh merupakan rahasia dari Allah SWT yang kita
tidak akan pernah tahu kapan munculnya pada diri kita (kecuali beberapa orang yang
diberi sedikit pengetahuan dari Allah SWT tentang hal itu). Kembali persoalan
teman-teman tadi, persoalan yang dihadapi saat bertemu keluarga besar tadi
sebenarnya sangat sederhana. Ada seorang teman yang menceritakan “sangking
pegelnya” (sudah berada di puncak untuk marah) mengatakan : “ Kulo mboten
ngertos kapan, nggih cobi tanglet ingkang dhamel kulo, menawi panjenengan dipun
kabari” (Ya saya tidak tahu kapan nikahnya+ketemu jodoh saya, ya coba tanyakan
pada Allah SWT yang membuat saya hidup, mungkin anda akan diberitahu). Sebagai
teman cukup prihatin juga sebegitunya keingintahuan manusia terhadap rahasia
yang memang disimpan oleh Allah SWT untuk hamba-hambanya. Sederhananya bila
kita diberi pertanyaan perihal jodoh dan nikah sebaiknya kita tetap menjawab
ala kadarnya atau malah kita menawarkan diri kita untuk diperkenalkan dengan
sahabat-sahabat yang dimilikinya. Hal ini cukup penting agar terbuka pintu
silaturahmi dari pihak-pihak yang tidak kita sangka-sangka. Sebab kita juga
tidak tahu dari pintu silaturahmi yang mana kita bertemu dengan jodoh kita. Tentu
hal ini akan membuat kita dan juga kerabat kita tadi berpikir dua kali. Tetapi
biasakanlah, sebab bila kita sudah terbiasa maka kita tidak akan sakit hati
karena pertanyaannya. Malah kita menjadi santai dan senang sebab ada dari
keluarga dan kerabat kita yang tetap setia memperhatiakan kita.
Bagaimana dengan
orang yang berstatus pacaran? Orang yang berstatus pacaran menganggap bahwa jodohnya
telah ketemu sehingga berpacaran dulu untuk mengetahui seluk beluk serta lika-liku
watak pasangannya. Perjodohan yang direncanakan oleh keluarganya akan disangkal
bagi orang-orang yang sedang berpacaran ini. Orang yang berpacaran mengakui
pasangannya sebagai “bojo” (suami/istri nya) meski belum ada ikatan yang jelas.
Dan juga orang berpacaran bersikukuh bahwa untuk mengetahui pasangannya akan
hal baik dan buruk sifat dan sikap dari pasangannya maka harus melalui proses
dengan berpacaran terlebih dahulu. Sehingga pacaran dianggap sebagai
penyelarasan ide dan prinsip bagi mereka. Akan tetapi bila pacar/pasangannya
tersebut memang menjadi jodohnya (tentu hal itu memang sudah tertulis dari
sananya (^_^)hehe) maka kelak kemudian hari mereka akan mengikrakan melalui pernikahannya.
Tetapi bila tidak terjadi pernikahan yang diharapkan oleh keduanya, kemudian mereka
putus ditengah-tengah masa berpacaran tersebut tentu dari salah satu pihak akan
dirugikan entah apapun bentuknya. Maka ingat dan waspadai masa berpacaran
anda-anda sekalian (bukan maksud untuk menakut-nakuti) bukanlah harga mati
untuk terus bersama sebelum masuk ke jenjang pernikahan. Sebab banyak kekerasan
yang daialami oleh pasangan saat berpacaran dalam berbagai bentuk, dan yang
menakutkan adalah lembaga pernikahan hanya sebagai legalisasi untuk melakukan
kekerasan seterusnya terhadap pasangannya. Tetapi bila anda telah dan sudah
mempunyai komitmen bersama diantara kalian maka peliharalah, sebab kematian
komitmen yang telah anda bangun bersama tersebut akan menyebabkan kematian (bukan
secara harfiah) bagi pasangan anda. Kembali soal perjodohan tadi, memang
manusia berupaya untuk mencarikan jodohnya masing-masing, seperti keluarga dan
kerabat kita yang agak sedikit memaksa kita untuk menerima pasangan yang mereka
carikan, meski ditolak juga tidak akan bermasalah. Anehnya, bila perjodohan itu
dibiarkan agar dapat berproses dengan sendirinya dan alamiah, malahan hal itu
dapat mempererat hubungnan mereka berdua hingga mencapai pada pernikahan. Entah
bagaimana jalannya proses tersebut yang mengakibatkan dapat terhubungnya garis
atau tali jodoh diantara mereka. Sebab jodoh bukanlah sesuatu yang harus
dipaksakan, jodoh akan melalui jalan yang sesuai dengan kepribadian dan melalui
proses yang kompleks dan rumit. Itulah, semua yang ada di dunia ini sebenarnya
adalah proses yang tidak kita ketahui bagaimana cara dan alur berjalannya. Semuanya
sudah dan telah ada untuk kita lalui entah itu kenikmatan atau musibah. Kita
tidak dapat memastikan apa yang akan terjadi besok, tetapi kita juga dapat
berharap yang terbaik untuk esok.
Tentang selain jodoh,
pahamkah bahwa hidup kita ini “diperjalankan” oleh Allah SWT? Kita tidak pernah
menyadari kalau kita kerap kali merusak tatanan yang telah ada dan telah digariskan
oleh Allah SWT kepada kita, meski hal tersebut terlihat sebagai bagian dari upaya
dan usaha yang kita bangun. Banyak permohonan yang kita ajukan tetapi kurangnya
beramal, amal kebaikan hanya untuk meminta dihindarkan dari neraka dan agar
dapat masuk di surga, puasa di siang hari malamnya makan hingga kekenyangan,
shalat dalam keadaan lalai, dan masih banyak lagi hal yang tidak kita
perhatikan. Apa yang harus kita lakukan bila semua sudah tertulis pada suratan
takdir? Kita seharusnya paham, sadar, tahu, ingat dan waspada terhadap ritme
yang telah Allah SWT gariskan untuk kita. Hidup ini terlalu singkat hanya untuk
mengurusi orang lain ataupun tentang siapa jodoh kita. Yang terpenting dalam
hidup ini adalah bagaimana dapat menjadi lebih dekat dengan Allah SWT sedekat-dekatnya
dan yang kemudian Allah SWT meridhoi kita. Apapun yang terjadi berusahalah
gerakan mulutmu, jika tidak bisa getarkan mulutmu, bila tidak mampu getarkan saja
hatimu : untuk dapat selalu mengingat Allah SWT dimanapun dan kapanpun kamu
berada. Pastinya jikalau dirimu dekat dengan Allah SWT, permasalahan apapun
yang ada di dunia ini (termasuk jodoh dll) maka akan ada dua jalan kemudahan
yang mendekatimu secara perlahan tapi pasti. Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(Q.S 94 : 5-6)