Jumat, 09 September 2011

Musim Lebaran Musim Perjodohan

                Jodoh? Pasangan? Calon Suami/Istri? Kah yang dicari saat hari raya kemarin? Beberapa hari yang lalu saat berlebaran dan pulang kampung, tak jauh-jauh pertanyaan yang diajukan oleh banyak pihak dari keluarga, kerabat maupun tetangga. “Sudah kerja? Dimana? Jadi apa? Sekarang sudah punya pacar? Siapa namanya? Rumahnya mana? Kerja apa?” Dan terakhir pertanyaan yang sering dilontarkan : “Kapan Menikah?” Begitulah budaya kita, yang seringkali senang mencampuri urusan orang lain meski pertanyaan tersebut mewakili mereka untuk mengatakan “sayang” kepada kita tetapi dengan kata-kata yang berbeda. Akankah pertanyaan itu usai setelah kita memiliki suami/istri? Belum, tentu saja belum selesai, setelah itu kita diberi pertanyaan lagi : “Sudah punya anak? Berapa? Sekolah dimana?” setelah itu anak kita ditanya lagi mulai dari : “ Sudah punya pacar? Kuliah dimana?” dan selanjutnya berputar kepada pertanyaan kita diawal tadi begitu seterusnya tanpa berkesudahan dan kembali lagi tiada henti. Kemungkinan bila kita-kita ini yang meninggal terlebih dulu (Insya Allah dalam keadaan Khusnul Khotimah. Aamiin), maka pertanyaannya akan dilanjutkan oleh anak cucu kita dan seterusnya. Hal ini merupakan siklus yang berantai tak ada kata putusnya. Kemungkinan masih banyak pertanyaan yang akan diajukan meski formatnya sama tetapi pada keluarga kita yang berbeda. Hal itu merupakan kehendak nafsu dari manusia untuk ingin mengetahui kabar dari manusia lain, hal itu wajar-wajar saja bila satu-dua pertanyaan dan tidak memberondong dengan pertanyaan yang menyangkut privasi diri kita. Memang manusia tiada puas untuk mencari sensasi berita dari orang lain, dipicu juga dengan infotainment yang ditayangkan oleh televisi semakin tidak jelas membedakan mana fakta mana ilusi. Manusia yang merasa harus tahu keadaan orang lain ini dapat menularkan kepada manusia-manusia lainnya sehingga terbentuklah efek domino yang entah berhenti dimana dan kapan kita tidak tahu.

Banyak teman-teman yang sering berkeluh dan berkata kadang tidak merasa nyaman dengan keadaan seperti itu, tetapi inilah budaya kita saat lebaran. Di waktu lebaran keluarga dan kerabat jauh pun pasti akan berusaha untuk berkumpul (satu trah) sehingga dalam kesempatan ini digunakan untuk lebih banyak mengetahui keadaan keluarga yang lain yang berbeda kota ataupun pulau. Konyol juga, padahal saat ini teknologi komunikasi sudah sebegitunya maju, dan kemungkinan untuk bisa menanyakan kabar lewat alat-alat komunikasi tersebut cukup terbuka. Itulah uniknya saat berkumpul dengan keluarga besar di musim lebaran ini. Banyak hal yang akan diperoleh sebenarnya pada saat lebaran ini. Tentu saja jodoh menjadi bagian yang sangat berpengaruh dan penting. Hal ini mengingat bahwa silaturahmi mendatangkan rezeki (termasuh jodoh lho?meski berbeda (^_^)hehe.) bagi yang mau mengunjungi saudara-saudaranya. Kok bisa? Tentu bisa, karena dengan bantuan dari “pihak-pihak yang tidak kita perhitungkan” maka dari sanalah jodoh menemukan kita atau kita menemukan jodoh. Jodoh memang sulit untuk dipastikan dengan balutan yang anggun dari lembaran kain misteri takdirnya. Seperti halnya kematian, rezeki begitu juga jodoh merupakan rahasia dari Allah SWT yang kita tidak akan pernah tahu kapan munculnya pada diri kita (kecuali beberapa orang yang diberi sedikit pengetahuan dari Allah SWT tentang hal itu). Kembali persoalan teman-teman tadi, persoalan yang dihadapi saat bertemu keluarga besar tadi sebenarnya sangat sederhana. Ada seorang teman yang menceritakan “sangking pegelnya” (sudah berada di puncak untuk marah) mengatakan : “ Kulo mboten ngertos kapan, nggih cobi tanglet ingkang dhamel kulo, menawi panjenengan dipun kabari” (Ya saya tidak tahu kapan nikahnya+ketemu jodoh saya, ya coba tanyakan pada Allah SWT yang membuat saya hidup, mungkin anda akan diberitahu). Sebagai teman cukup prihatin juga sebegitunya keingintahuan manusia terhadap rahasia yang memang disimpan oleh Allah SWT untuk hamba-hambanya. Sederhananya bila kita diberi pertanyaan perihal jodoh dan nikah sebaiknya kita tetap menjawab ala kadarnya atau malah kita menawarkan diri kita untuk diperkenalkan dengan sahabat-sahabat yang dimilikinya. Hal ini cukup penting agar terbuka pintu silaturahmi dari pihak-pihak yang tidak kita sangka-sangka. Sebab kita juga tidak tahu dari pintu silaturahmi yang mana kita bertemu dengan jodoh kita. Tentu hal ini akan membuat kita dan juga kerabat kita tadi berpikir dua kali. Tetapi biasakanlah, sebab bila kita sudah terbiasa maka kita tidak akan sakit hati karena pertanyaannya. Malah kita menjadi santai dan senang sebab ada dari keluarga dan kerabat kita yang tetap setia memperhatiakan kita.

Bagaimana dengan orang yang berstatus pacaran? Orang yang berstatus pacaran menganggap bahwa jodohnya telah ketemu sehingga berpacaran dulu untuk mengetahui seluk beluk serta lika-liku watak pasangannya. Perjodohan yang direncanakan oleh keluarganya akan disangkal bagi orang-orang yang sedang berpacaran ini. Orang yang berpacaran mengakui pasangannya sebagai “bojo” (suami/istri nya) meski belum ada ikatan yang jelas. Dan juga orang berpacaran bersikukuh bahwa untuk mengetahui pasangannya akan hal baik dan buruk sifat dan sikap dari pasangannya maka harus melalui proses dengan berpacaran terlebih dahulu. Sehingga pacaran dianggap sebagai penyelarasan ide dan prinsip bagi mereka. Akan tetapi bila pacar/pasangannya tersebut memang menjadi jodohnya (tentu hal itu memang sudah tertulis dari sananya (^_^)hehe) maka kelak kemudian hari mereka akan mengikrakan melalui pernikahannya. Tetapi bila tidak terjadi pernikahan yang diharapkan oleh keduanya, kemudian mereka putus ditengah-tengah masa berpacaran tersebut tentu dari salah satu pihak akan dirugikan entah apapun bentuknya. Maka ingat dan waspadai masa berpacaran anda-anda sekalian (bukan maksud untuk menakut-nakuti) bukanlah harga mati untuk terus bersama sebelum masuk ke jenjang pernikahan. Sebab banyak kekerasan yang daialami oleh pasangan saat berpacaran dalam berbagai bentuk, dan yang menakutkan adalah lembaga pernikahan hanya sebagai legalisasi untuk melakukan kekerasan seterusnya terhadap pasangannya. Tetapi bila anda telah dan sudah mempunyai komitmen bersama diantara kalian maka peliharalah, sebab kematian komitmen yang telah anda bangun bersama tersebut akan menyebabkan kematian (bukan secara harfiah) bagi pasangan anda. Kembali soal perjodohan tadi, memang manusia berupaya untuk mencarikan jodohnya masing-masing, seperti keluarga dan kerabat kita yang agak sedikit memaksa kita untuk menerima pasangan yang mereka carikan, meski ditolak juga tidak akan bermasalah. Anehnya, bila perjodohan itu dibiarkan agar dapat berproses dengan sendirinya dan alamiah, malahan hal itu dapat mempererat hubungnan mereka berdua hingga mencapai pada pernikahan. Entah bagaimana jalannya proses tersebut yang mengakibatkan dapat terhubungnya garis atau tali jodoh diantara mereka. Sebab jodoh bukanlah sesuatu yang harus dipaksakan, jodoh akan melalui jalan yang sesuai dengan kepribadian dan melalui proses yang kompleks dan rumit. Itulah, semua yang ada di dunia ini sebenarnya adalah proses yang tidak kita ketahui bagaimana cara dan alur berjalannya. Semuanya sudah dan telah ada untuk kita lalui entah itu kenikmatan atau musibah. Kita tidak dapat memastikan apa yang akan terjadi besok, tetapi kita juga dapat berharap yang terbaik untuk esok.

Tentang selain jodoh, pahamkah bahwa hidup kita ini “diperjalankan” oleh Allah SWT? Kita tidak pernah menyadari kalau kita kerap kali merusak tatanan yang telah ada dan telah digariskan oleh Allah SWT kepada kita, meski hal tersebut terlihat sebagai bagian dari upaya dan usaha yang kita bangun. Banyak permohonan yang kita ajukan tetapi kurangnya beramal, amal kebaikan hanya untuk meminta dihindarkan dari neraka dan agar dapat masuk di surga, puasa di siang hari malamnya makan hingga kekenyangan, shalat dalam keadaan lalai, dan masih banyak lagi hal yang tidak kita perhatikan. Apa yang harus kita lakukan bila semua sudah tertulis pada suratan takdir? Kita seharusnya paham, sadar, tahu, ingat dan waspada terhadap ritme yang telah Allah SWT gariskan untuk kita. Hidup ini terlalu singkat hanya untuk mengurusi orang lain ataupun tentang siapa jodoh kita. Yang terpenting dalam hidup ini adalah bagaimana dapat menjadi lebih dekat dengan Allah SWT sedekat-dekatnya dan yang kemudian Allah SWT meridhoi kita. Apapun yang terjadi berusahalah gerakan mulutmu, jika tidak bisa getarkan mulutmu, bila tidak mampu getarkan saja hatimu : untuk dapat selalu mengingat Allah SWT dimanapun dan kapanpun kamu berada. Pastinya jikalau dirimu dekat dengan Allah SWT, permasalahan apapun yang ada di dunia ini (termasuk jodoh dll) maka akan ada dua jalan kemudahan yang mendekatimu secara perlahan tapi pasti. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S 94 : 5-6)

1 komentar:

  1. hmmmmm.....jangan putus asa masnya...rezeki jodoh pati memang ada pada tangan Tuhan jadi bersiap-siap segera kita untuk menyongsong jatah kita masing-masing dengan persiapan yang tidak ala kadarnya... :)

    BalasHapus