Selasa, 16 Desember 2014

Kenapa Tahan

Suatu ketika saat aku termenung melihat kebelakang tentang kehidupanku, aku teringat peristiwa saat kenal dan dekat dengan seorang perempuan. Singkat cerita aku mengingat sebuah kejadian ketika dia menanyakan perihal kehidupan yang aku jalani. Aku pun bercerita tentang diriku apa adanya. Dia mendengarkan dengan seksama dan penuh perhatian. Aku menjelaskan tentang segalanya, hobiku sebagai pemandu olahraga, pekerjaan sebagai guru sebuah madrasah (yang pada kesimpulan akhirnya dia menganggap bukan sebuah pekerjaan), dan beberapa permasalahan yang sedang aku hadapi. Awalnya dia antusias dan memberi semangat selalu kepadaku. Pada akhirnya responnya tak seperti apa yang aku imajikan. Namun dia hanya tersenyum. Entah setuju entah tidak. Aku tak yakin apa arti senyumnya itu. Dan akhirnya senyum itu ternyata senyum kecewa, tidak seperti yang selalu aku lihat saat-saat bertemu. Memang manusia selalu mampu berubah, rasa pun mengikuti alur naluri untuk menuntut hidup yang layak bukan hidup yang wajar dan sederhana. Aku menyadari bahwa sekolah swasta tidak menjanjikan kelayakan hidup, namun mendidik dan mengajari, ada nikmat tersendiri. Tapi tetap saja dia menyerahkan semua kepadaku. Ya tentu saja aku membutuhkan dia meski dia tidak membutuhkan aku dan dia lebih membutuhkan restu bapak dan ibunya. Apa hal ini peribahasa bahwa dia ingin mengakhiri jalinan teman dekat ini. Adakah yang salah saat menjadi pemandu olahraga agar anak didiknya meraih prestasi? Apakah memang tidak ada orang yang menghargai sedikitpun jerih payah seorang tenaga mengajar kesana kemari? Memang penghasilan yang tidak seberapa bahkan tidak bisa menutupi untuk hidup keseharian. Tapi menghargai dan menghormati profesi yang sedang diemban tidaklah memerlukan uang. Memang jalan hidup setiap orang berbeda. Tapi bila memang dia mengharap kebaikan dariku dan ingin aku berubah lebih baik, haruskah dia mendukung? Ya bila saling mendukung apa selalu harus ada hasilnya? Bagaimana prosesnya? Tidakkah dia ingin tahu atau memang tidak peduli? Apa yg penting? Jika aku gagal dalam penghasilan untuk hidup yang layak namun aku mampu membantu orang lain mendapat prestasi dalam pelajaran favoritku dan lulus di kehidupan di masa depanya atau hal lainnya, layakkah aku disebut gagal?
Memang aku membutuhkan rasa cinta dan sayang darimu tapi aku lebih membutuhkan sedikit rasa hormat terhadap pekerjaan yang aku kerjakan.
Petikan dari sebuah film Bollywood :Ketika kau tidak menyukai dirimu sendiri kau cenderung tidak menyukai segala hal yg berhubungan denganmu. Hal-hal baru terlihat lebih menarik. Ketika kau belajar untuk mencintai diri sendiri maka kehidupan lama mulai terlihat baru, mulai terlihat menyenangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar