Jumat, 11 Maret 2016

Gelembung Sabun

Kulirik jam yang bergantung di atas dinding kamarku. Jarum jam masih menunjukan pukul 16.00WIB. Akan tetapi langit terlihat gelap. Tertutup oleh awan. Benar saja, tak lama berselang rintik hujan ringan mulai membasuh tanaman di depan. Lekas-lekas kubuka daun jendela kamarku lebar-lebar, aku ingin menghirup bau pertama kali air hujan menyirami permukaan tanah ini. Ah, menyengat sekali baunya. Hujan deras pun mengguyur seantero pemandangan yang terhampar di hadapanku lewat jendela kamarku ini. Halaman dan seluruh batas pandang mataku hanya terlihat titik-titik air yang terlihat saling mendahului agar sampai pada bumi. Yah, ternyata aku masih harus menapaki jalan kehidupan yang masih terbentang panjang ini. Aku baru saja sampai di kota ini beberapa hari yang lalu. Kotak kardus sisa barang yang ada di kota sebelumnya baru datang sehari setelah kedatanganku di kota ini. Tak banyak barang yang berharga sebenarnya, toh, kebanyakan juga buku yang aku kumpulkan dan aku koleksi saat kuliah hingga bekerja. Aku tak mematok buku berjenis atau bergenre apa, banyak buku yg tidak relevan dengan studi yang aku ambil. Bahkan buku sastra dan novel terlalu mendominasi. Sambil menarik nafas panjang seraya memandang sesaat hujan di luar jendela, aku begegas segera merapikan tempat tidurku ini. Setelah selesei, aku duduk di samping tempat tidurku ini. Aku ingin menatapi jendela yg telah terbuka dengan riuhnya air hujan di luar sana. Apakah keputusan yang aku buat ini salah atau benar? Aku merenung cukup lama tentang hal ini. Berbagai peristiwa yang aku alamipun melintas berkelindan satu persatu dalam pikiranku. Hanya mendesah jawaban akhir yg keluar dari mulutku.

Tiba-tiba suara HP-ku membuyarkan apa yang aku renungkan. Lekas-lekas aku meraih HP-ku itu. Ternyata ada beberapa pesan teman dari kota lama. Kualihkan perhatianku pada sebuah pesan itu. Ada beberapa hal yang terjadii sejak meninggalkan kota lama itu. Memang aku tidak begitu paham dampak yang ditimbulkan setelah peninggalanku hari itu. Aku terkadang heran. Betapa seringnya teman-teman dekat baru menaruh perhatian istimewa kepada kita kalau keadaan sudah terlambat. Kenapa perhatian seperti itu tidak diberikan jauh-jauh hari sebelumnya? Dan kenapa pula seakan-akan hal-hal kecil menjadi penting bagi mereka? Aku tersenyum tipis, tidakkah mereka menyadari sebenarnya cerita mereka terkadang aku tidak ingin mendengarnya? Tetapi tak apalah. Kubiarkan saja pesan-pesan itu memenuhi inbox di HP-ku. Aku berusaha membalas dengan berbagai hipotesa bila itu masalah yg disodorkan. Aku berusaha membalas dengan santun bila itu pertanyaan tentang kabar yang diutarakan. Aku membalas semua pesan agar melegakan mereka. Aku tak mau membiarkan kegembiraan bermegah-megah di hati mereka menguap begitu saja bila aku balas dengan kosakata yg tidak pantas. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku mampu memahami apa ati bersandiwara dalam kehidupan nyata. Namun juga untuk pertama kalinya baru kumengerti betul apa makna keberadaan seorang manusia di tengah masyarakat. Bahwa manusia adalah makhluk sosial, tak mungkin mampu melepaskan diri dari lingkungan hidupnya, dari seluruh tatanan di sekitarnya. Lebih-lebih jika hidup dalam komunitas yang telah menjadikan kata ''keluarga'' sebagi slogannya.

Aku baru meraih kesadaran ketika hawa dingin menerpa wajahku. Hujan memang belum reda betul hingga aku tersadar sesaat tadi. Jam dinding telah menunjukkan pukul 17.08WIB. Lama betul aku terdiam tadi. Masjid telah sayup-sayup mendengarkan bacaan murattalnya. Waktunya beranjak untuk beraktifitas segera agar tidak tertinggal jamaah menjelang maghrib nanti. Tiba-tiba mata ini tertarik dengan sebuah web kamus dalam bahasa Inggris. Dan yang tertulis di dalamnya membuatku tertegun, lagi dan lagi menatap tulisan yang ada dihadapanku ini. www.merriam-webster.com/dictionary/antihero yang tertulis seperti ini, antihero: a man character in a book, play, movie, etc. who does have the usual good qualities that are expected in a hero, or a protagonist or notable figure who is conspicuously lacking in heroic qualities. ''Anti-hero, sesosok tokoh yang secara mencolok memiliki kekurangan dalam hal kualitas-kualitas heroik atau tokoh protagonis " ~ Kamus Merriam-Webster. Sepertinya menyentil sekali kosakata ini. Jangan-jangan hal ini yang terjadi padaku selama ini. Aku menjadi orang yang seakan mencolok dengan memberi perhatian padahal aku menjadi seseorang yang protagonis. Aku hanya seorang yang mereka anggap bisa mengatasi berbagai masalah yang terjadi diantara mereka tetapi disaat yang sama pula aku menjadi seorangang pengkhianat atas kepercayaan mereka kepadaku. Aku tak tahu harus memikirkan apalagi. Aku memandang hujan itu sekali lagi. Betapa riuhnya air yang jatuh dari langit itu mengenai sisa-sisa sabun di depan jedelaku itu mebentuk gelembung-gelembung sabun namun setelah itu hilang tersaput air hujan untuk mengalir. Apakah hidupku akan berakhir seperti gelembung sabun yang terbentuk itu, yang indah memancarkan warna-warni sesaat setelah itu berpendar tiada tersisa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar